Senin, 24 Februari 2014

Oseng-oseng Mercon Bu Narti - Yogya


Warung oseng-oseng mercon Bu Narti merupakan warung lesehan yang menjadi oseng-oseng mercon sebagai menu andalannya. Warung makan ini dirintis oleh Bu Kardi yang mulai berjualan tahun 1960-an di depan SMU Muhammadiyah putri Purwodiningratan. Waktu itu, Bu Kardi memperoleh pemberian daging yang dicoba dimasak menjadi oseng-oseng yang pedas dan dijual, ternyata laku. Bu Narti merupakan putrid Bu Kardi meneruskan berjualan di jalan KH Ahmad Dahlan, dari jam 5 sore sampai dengan jam 10 malam.

 Oseng-oseng mercon adalah   masakan sandung lamur dan otot sapi yang diracik dengan menggunakan resep pedas dari cabai rawit dengan perbandingan daging 5 dan cabai 1 sehingga  akan terasa pedas bagi lidah yang menikmatinya. Namun sebagaimana lazimnya masakan Jogja, oseng-oseng mercon ini masih ada rasa manisnya karena racikan resepnya menggunakan gula jawa disamping rempah-rempah dan cabai rawit.


Mercon, yang dalam Bahasa Indonesia adalah petasan menjadi nama kuliner bukan tanpa sebab. Buntelan mesiu yang sering dipakai dalam perayaan Imlek dan meramaikan lebaran ini seolah meledakkan dirinya di mulut. Seperti pejuang berani mati yang mengantar bom ke sarang musuh. Begitulah oseng-oseng racikan Bu Narti meluluh lantakkan kita. Membuat mata melotot, terengah-engah sambil mengipas lidah, hingga gobyos kotos-kotos, peluh bercucuran membasahi.
Dilihat dari bentuknya, tak ada yang menarik dari hidangan ini. Hanya nasi putih panas ditemani oseng-oseng sederhana berisi kikil, gajih, kulit, dan tulang muda. Orang Jogja menyebutnya koyoran. Terlihat sangat berminyak, ditambah kepungan irisan cabai rawit yang bijinya menempel di koyoran. Sedikit mengerikan. Bila didiamkan sebentar saja oseng-oseng ini akan membeku, kaku. Bukti kandungan lemak yang begitu banyak. Maka makanlah dengan cepat. Panas nasi putih juga bisa membantu memperlambat proses pembekuan lemak. Toh, makan mercon selezat ini mana bisa lambat-lambat, semua gerak cepat, tak sabar merasakan ledakan-ledakan selanjutnya. Kalau-kalau menyerah diserang pedas, menu lain seperti ayam, burung puyuh, dan lele akan membantu memulihkan lidah. Kapok lombok namanya. Terengah-engah kepedesan begitu rupa, tapi tak mau berhenti. Dan besok rasanya ingin kembali, merasakan lagi ada mercon meledak di mulut.

Menurut Bu Narti, sang empunya warung ini, nama oseng-oseng mercon adalah pemberian dari budayawan Cak Nun. Konon, beliau sering makan di sini bersama istrinya atau teman-teman seniman. Saking luar biasa pedas, nama-nama selain mercon juga disematkan untuk oseng-oseng ini, misalnya bledeg dan halilintar. Bila ingin merasakan sambaran halilintar datanglah di akhir pekan karena khusus di malam minggu, Bu Narti akan melipat gandakan komposisi cabainya. Bila di hari biasa untuk 50 kg koyoran dicampur dengan 6 kg cabai, maka di akhir pekan Bu Narti akan menambah jumlah cabai. Seberapa banyak? Beliau merahasiakannya, yang pasti jauh lebih pedas. Nah, meskipun bukan musim hujan, bersiap-siaplah tersambar halilintar kiriman Bu Narti. | @rif

Tidak ada komentar:

Posting Komentar